Mutu dan Daya Saing Perguruan Tinggi Swasta

Pandemi Covid19 mempunyai dampak luar biasa bagi dunia pendidikan, terlebih bagi penyelenggara pendidikan swasta. Kondisi selagi ini seolah pembuktian energi saing Perguruan Tinggi Swasta.
Bagi Perguruan Tinggi Swasta selain perihal bersama dengan masalah ongkos oprasional selama pandemi, selagi ini masalah keluar adalah berkurangnya jumlah pendaftar mahasiswa baru. Sebelum pandemi saja jumlah mahasiswa baru di perguruan tinggi swasta (PTS) di Jawa Barat th. akademik 2019/2020 mengalami penurunan sampai 30 persen.

Hal itu terlebih disebabkan oleh aspek ekonomi, meskipun demikianlah tersedia termasuk PTS yang mengalami kenaikan kenaikan jumlah mahasiswa. Menurut data yang masuk ke Lembaga Layanan Pendidikan Tinggi (LL Dikti) Jabar dan Banten, banyaknya orang tua yang merasa tidak bisa membiayai kuliah anak-anaknya jadi tidak benar satu penyebab turunnya jumlah mahasiswa baru PTS.

Hal lainnya yang bisa jadi acuan, selagi ini pendidikan tinggi Indonesia dihadapkan pada situasi bersama dengan terlampau banyaknya jumlah perguruan tinggi. Pada th. 2018 berasal dari jumlah keseluruhan Perguruan Tinggi sebanyak 3.253 tercatat jumlah PTN adalah 122, bermakna sisa sebanyak 3.131 adalah jumlah Perguruan Tinggi swasta (Sumber: forlap.ristekdikti.go.id).

Jumlah PTS di atas 3.000-an berikut membuat perolehan jumlah mahasiswa PTS kebanyakan di bawah 1.000 atau cuma meraih kurang lebih 300an mahasiswa saja, cuma sebagian PTS khusus saja yang bisa miliki jumlah keseluruhan mahasiswa di atas jumlah ribuan.

Selain gara-gara aspek ekonomi dan jumlah PTS, disarikan berasal dari sebagian literatur, expert judgement dan hasil penelitian terkandung masalah dan isu-isu yang dihadapi dunia pendidikan tinggi terlebih PTS. Masalah yang cenderung dihadapi PTS adalah: Pertama, Dikotomi PTN dan PTS tetap sulit dihilangkan. Baik perihal bersama dengan positioning atau fenomena“Negeri minded”, kuatnya persepsi dikotomis pandangan dan opini masyarakat memposisikan lulusan perguruan tinggi negeri (PTN) lebih unggul ketimbang perguruan tinggi swasta (PTS) ataupun di dalam perihal pembinaan termasuk proporsi bantuan bantuan pada PTN dan PTS.

Kedua, Masalah Mutu. Mutu jadi kunci untuk melahirkan sarjana yang berkompeten PTS pada selagi ini yang perlu ditingkatkan. Sistem Penjaminan kualitas jadi keniscayaan bagi PTS bagaimana seluruh sistem pendidikan dijamin bersama dengan sistem manajemen kualitas yang baik. Upaya-upaya PTS untuk tingkatkan fasilitas dan prasarana, kualitas dosen, kualitas lulusan termasuk tentunya perlu terdapatnya bantuan berasal dari pemerintah.

Ketiga, Dosen. Kualitas dan kualifikasi dosen sebagai tuntutan nyata tridharma perguruan tinggi. Perguruan tinggi perlu miliki dosen berkualitas yang bisa membangun role style pendidik dan peneliti yang ideal sekaligus menumbuhkan akademik leader di perguruan tinggi, serta bekerja sama bersama dengan komunitas keilmuan di dalam merumuskan kompetensi inti keilmuan. Masalah lain ditemui adalah jumlah rasio dosen bersama dengan mahasiswa, tingkat pendidikan berasal dari dosen itu sendiri yang tetap kekurangan untuk jenjang S3 dan dosen selamanya PTS itu sendiri perihal bersama dengan kesejahteraannya.

Keempat, Link plus Match pada PTS bersama dengan DUDI. Masalah pengangguran yang dihasilkan oleh lulusan PT disebabkan gara-gara tersedia ketidaksesuaian pada lulusan bersama dengan kebutuhan DUDI, dan lebih berasal dari 55% organisasi memperlihatkan bahwa digital talent gap makin lebar (Linkedin,2017). Kemudian Employers Complaint bahwa para pekerja tidak mempunyai skills yang memadai, data survey berikut memperlihatkan bahwa besarnya tingkat pengangguran cenderung diakibatkan oleh ketidakcocokan pada profesi yang dimiliki para pekerja bersama dengan bidang pekerjaannya.

Harus diakui jikalau kualitas perguruan tinggi swasta termasuk tersedia yang bagus, bakal tapi mayoritas mutunya di bawah perguruan tinggi negeri. Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi menyusun pemeringkatan kualitas perguruan tinggi jadi lima klaster berdasarkan kualitas sumber energi manusia, lembaga, aktivitas mahasiswa, penelitian dan pengabdian masyarakat, dan inovasi.

Sampai selagi ini baru tersedia 2 perguruan tinggi swasta yang masuk klaster 1 (teratas) pemeringkatan perguruan tinggi paling baik non-vokasi versi Kemenristek Dikti 2020. Terdapat sepuluh universitas yang masuk klaster 1, sepenuhnya universitas negeri. Ini bisa dimengerti gara-gara mereka lebih dulu memasuki pasar pendidikan tinggi dan ditunjang sumber energi akademis berkualitas, termasuk ketersediaan anggaran negara. Sampai selagi ini, perguruan tinggi swasta baru masuk 10 PT skor indikator sistem di rangkaian ke 6 dan 10 PT skor indikator outcome di rangkaian ke 8 peringkat Kemenristek Dikti 2020.

Perguruan Tinggi Swasta tentunya perlu miliki trik yang perlu direncanakan, dirumuskan dan dikerjakan bersama dengan baik perlu terlebih difokuskan kepada sistem intinya (core process), yaitu termasuk pengajaran (teaching), penelitian (research), dan service (service) (Indrajit dan Djokopranoto, 2006). Semuanya itu dimaksudkan untuk merespon pergantian global, baik berbentuk tuntutan cara atau skill kerja baru, pertumbuhan teknologi pengajaran maupun penelitian, dan pengetahuan yang perkembangannya telah pada level lompatan kuantum, dan lain-lain.

Untuk memperbaiki posisi PTS, yang diperlukan selagi ini adalah PTS perlu mendapat bantuan pada; Pertama. Penjaminan Mutu, PTS perlu melampaui sistem akreditasi pendidikan tinggi baik nasional maupun internasional. Kedua. Dukungan Pendanaan, pemerintah perlu berusaha dan membuat perubahan bantuan alokasi dana dan menopang di dalam rangka berusaha style pendanaan alternatif untuk PTS.

Ketiga, Regulasi sistem, perlu terdapatnya sistem untuk menopang kerja sama internasional untuk PTS baik di dalam kolaborasi riset, pendanaan maupun peningkatan kapasitas pengelolaan pengetahuan. Kerja sama umpama program Double Degree, Student Exchange dan pertukaran dosen keluar negeri perlu tetap ditingkatkan. Keempat. Kesehatan Operasional, diperlukannya bantuan kebijakan untuk mengembangkan operasional PTS. Kebijakan itu, tidak benar satunya adalah membuat standar kelayakan dan jikalau perlu mengurangi jumlah PTS yang kini terlampau banyak lewat Merger atau peleburan.

Kelima. Riset dan Pengembangan, PTS diharuskan agar lebih tingkatkan kualitas publikasi bersama dengan cara mendorong para dosen dan peneliti serta mahasiswa untuk laksanakan publikasi pada jurnal yang bereputasi. Keenam. Hilirisasi product inovasi, PTS diharuskan hasil riset dan pengembangan produknya bisa memberikan kebermanfaatan dan solusi bagi masyarakat agar bisa diproduksi massal untuk pemenuhan kebutuhan product di dalam negeri.

Senyatanya dilukiskan oleh Depdiknas (Dalam LSP3I;2017 mengatakan Perguruan Tinggi dinyatakan bermutu atau berkualitas, apabila: 1). Perguruan tinggi berikut bisa memutuskan dan mewujudkan visinya lewat pelaksanaan misinya (aspek deduktif); dan 2. Perguruan tinggi berikut bisa memenuhi kebutuhan stakeholders (aspek induktif), berupa: Kebutuhan kemasyarakatan (societal needs);• Kebutuhan dunia kerja (industrial needs); dan Kebutuhan profesional (professional needs).

Tantangan Revolusi Industri 4.0 dipastikan memberikan warna tersendiri pada pertumbuhan Tridharma Perguruan Tinggi. Pada dharma pendidikan, kurikulum yang didesain perlu mengacu pada rancangan “higher education 4.0” yang terbujuk oleh style industry 4.0. Tuntutan lain Perguruan Tinggi untuk berusaha terwujudnya Good University Governance (GUG), GUG bisa direpresentasikan bersama dengan capaian perihal bersama dengan kelembagaan, seperti pemeringkatan, akreditasi perguruan tinggi, program belajar serta sebagian capaian pemeringkatan perguruan tinggi, baik tingkat nasional maupun internasional.

Kemudian selagi ini arah pengembangan Perguruan Tinggi dan Lembaga Riset perlu mengacu kepada pergeseran ekspektasi masyarakat pada perguruan tinggi yaitu berasal dari agen pendidikan, agen penelitian dan pengembangan, agen transfer budaya dan teknologi, pada akhirnya diinginkan jadi agen pengembangan ekonomi. Oleh gara-gara itu berasal dari segi kebolehan laksanakan penelitian, perguruan tinggi diinginkan bisa jadi teaching university, research university, dan termasuk enterpreneurial university. Dari segi kelembagaan riset, instansi penelitian akademik diinginkan jadi instansi penelitian inovatif, Pusat Unggulan Iptek (PUI) untuk sesudah itu didorong jadi Science plus Techno Park (STP).

Tuntutan nyata, PTS diharuskan aktif dan inovatif di dalam pengembangan pengetahuan dan merespons persoalan-persoalan sosial budaya. PTS perlu jadi pusat pengembangan ekonomi kreatif yang terkenal bersama dengan data based economy dan turut serta di dalam memajukan dan mengembangkan masyarakat madani (civilized society), serta turut mengawal ethical masyarakat dan bangsa.

Menjadi kunci agar PTS bisa bertahan di dalam jaman disruption adalah jikalau institusi pendidikan berikut bisa menjawab demand revolusi industry 4.0 di jaman yang bakal datang, bersama dengan kata lain adalah matching demand & supply.

Niscayanya Perguruan Tinggi Swasta dituntut untuk bisa merumuskan kebijakan strategis di dalam beragam aspek merasa berasal dari kelembagaan, bidang studi, kurikulum, sumber daya, serta pengembangan cyber university, dan risbang sampai inovasi.